Ana, kelas empat SD, mengadu pada ayahnya bahwa ia sering kepagian
datang ke sekolah. Mau bagaimana lagi? Ana masih belum bisa berangkat
sendiri, ibunya dan ayahnya harus berangkat pagi sekali karena jarak
rumah ke tempat sekolah dan kerja sangat jauh. Akhirnya mereka harus
berangkat bersama-sama.
"Kalau kepagian, PR-nya dicek lagi. Kalau sudah, belajar yang lain," pesan ibunya.
Ana pun melaksanakannya. Setiap hari ia jalani seperti itu sampai
setahun kemudian mereka pindah ke tempat yang lebih strategis. Kali ini
Ana mengeluh bahwa ia jadi bangun kepagian karena sudah terbiasa bangun
lebih awal untuk berangkat pagi.
"Sholat subuh saja, Nak. Mengaji juga kalau sempat," kata sang ayah.
Ana pun melakukannya hingga menjelang ujian kelulusan. Namun ia sedikit
cemas. Ia berkata bahwa dirinya merasa tidak yakin akan lulus.
"Ya memang harus belajar. Pasti bisa," ujar ibunya.
"Jangan lupa berdoa," tambah sang ayah.
Di akhir tahun ajaran, ternyata Ana memperoleh ranking pertama setelah sebelumnya ia hanya masuk sepuluh besar.
"Ayah, Ibu. Aneh sekali, aku nggak merasa ujiannya susah. Aku bisa
mengerjakan hampir semua soal dan waktu mengerjakan aku nggak takut.
Ternyata aku malah juara satu," celoteh Ana riang dan berbinar-binar.
Sang ayah dan ibu hanya tersenyum. Mereka kemudian memberi selamat sambil mencium putri kesayangannya itu.
"Ini adalah ganjaran atas apa yang telah kamu lakukan selama ini. Bila
kamu mau mempersiapkan diri sejak dini, kamu akan bisa menghadapi dan
memenangkan apa yang kamu hadapi itu," ujar sang Ayah sambil menggandeng
anaknya pulang ke rumah.